Pekerja sosial (social worker) berasal dari dua suku kata yaitu pekerja dan sosial. Pekerja asal katanya adalah kerja yang mendapat imbuhan pe-(an) yang menerangkan orang yang mengerjakan sesuatu (pekerjaannya). Dengan demikian pekerja atau pekerjaan adalah seseorang yang melakukan sesuatu pekerjaan. Sedangkan kata sosial sering diartikan kepada manusia lebih dari satu orang atau juga diartikan masyarakat. (lihat pengertian sosial sebelumnya).
Dengan demikian pekerja sosial (social worker) dapat diartikan sebagai seseorang yang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Dalam kaitan pekerja sosial sebagai suatu profesi, mengandung arti seseorang yang bekerja untuk masyarakat, yaitu masyarakat yang membutuhkan pertolongan, seperti masyarakat miskin, masyarakat terlantar, masyarakat disabilitas, masyarakat korban bencana alam dan sebagainya.
Jika menelusuri sejarah dari penjelasan diatas, bahwa seorang atau kumpulan orang menjadi pekerja sosial berasal dari “panggilan” hati seseorang atau kelompok orang yang menjadi relawan-relawan sosial yang memberi bantuan kepada orang lain, atas penglihatannya kepada seseorang atau kelompok orang yang hidup dengan kemiskinan atau tidak mampu melaksanakan fungsi sosial karena kondisi fisik (disabilitas) dan lainnya.
Panggilan hati dimaksud tidak sebatas kepada orang yang punya kehidupan mampu sehingga menjadi relawan, tetapi juga datang dari kelompok/lembaga keagamaan yang melihat kondisi masyarakat dari aspek kehidupan layak sebagai manusia membutuhkan pertolongan dari orang lain. Waktu berjalan , sesuai perkembangan kehidupan manusia dan pembangunan di suatu negara, maka untuk memberi pertolongan kepada orang lain memerlukan sebuah keilmuan, baik dari aspek perencanaan, metoda, program, dan lain sebagainya, inilah yang disebut keilmuan kesejahteraan sosial.
Dr. Mohd Yusri, M.Si dalam bukunya Kebijakan Dan Perencanaan Sosial (2021) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi yang harus diwujudkan bagi seluruh masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (spiritual, material, sosial) sehingga mampu melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya. Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar, seperti makanan, pakaian, perumahan, pemdidikan dan perawatan kesehatan. Setiap individua tau kumpulan individu yang melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial disebut sebagai “pekerja sosial”.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Dr. Edi Suharto, M.Sc dalam tulisannya Pekerjaan Sosial Industri yang menjelaskan bahwa pekerja sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang tujuan utamanya adalah membantu keberfungsian sosial individu, keluarga dan masyarakat. Para pekerja sosial memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pertolongan professional yang diperoleh melalui pendidikan (perguruan tinggi). Secara konvensional, pekerja sosial biasanya dipandang sebagai profesi yang menangani permasalahan kesejahteraan sosial baik setting lembaga maupun masyarakat. Dalam setting lembaga , pekerja sosial biasanya bekerja dalam rehabilitasi sosial, pengasuhan anak, perawatan orang tua, penanganan korban narkoba, dan lain-lain. Dalam setting masyarakat, pekerja sosial menangani permasalahan sosial yang berkaitan dengan pembangunan lokal (pedesaan dan perkotaan), pengentasan kemiskinan atau pencanangan proyek-proyek pengembangan masyarakat (community development). (www.palicy.hu).
Karenanya menurut Prof. Sumantri Praptokusumo (alm) mantan Sekretaris Departemen Sosial RI yang juga guru besar etika sosial pada Universitas Padjajaran Bandung bahwa pekerjaan sosial adalah gerak untuk mewujudkan usaha sosial yang dilaksanakan untuk memberikan kesempatan pada seseorang untuk memperkembangkan pribadinya seluas mungkin hingga ia dapat berpartisipasi pada kehidupan kepada masyarakat secara penuh dan bermanfaat dalam memberikan bantuan pada seseorang yang karena kesukaran-kesukaran baik ekstrinsik (latar belakang) maupun instrinsik (unsur dalam) tidak atau tidak dapat berpartisipasi kepada kehidupan masyarakat supaya kemudian dapat berpartisipasi pada kehidupan masyarakat sesuai martabat manusia. (Kasni Hariwoerjanto, 1986).
Pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan keterampilan dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapat sertifikat kompetensi. Praktek pekerjaan sosial adalah penyelenggaraan pertolongan professional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan tersuvervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU No. 14 Tahun 2019, tentang Pekerja Sosial).
Dari berbagai urian tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang menjadi pekerja sosial memerlukan suatu pendidikan keahlian bidang ilmu kesejahteraan sosial , atau sekurang-kurangnya mengikuti berbagai diklat bidang kesejahteraan sosial sehingga dengan keilmuan dan keterampilan atau pengetahuan tentang kesejahteraan sosial yang dimiliki dapat dipergunakan untuk melakukan pemetaan sosial tentang masyarakat pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) untuk mendapatkan bimbingan sosial, mental atau keterampilan bak secara individu atau kelompok sehingga PPKS dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Dalam kaitan keilmuan kesejahteraan sosial di Indonesia, sejumlah Perguruan Tinggi Negeri dan swasta mulai membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik antara lain :
- Universitas Padjajaran Bandung membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tanggal 12 Agustus 1960.
- Universitas Indonesia di Jakarta membuka Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tanggal 1 September 1962.
- Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tanggal 17 Februari 1972.
- Universitas Sumatera Utara (USU) membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tahun 1983.
- Universitas Bengkulu membuka jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada 1982.
- Universitas Gajah Mada membuka Departemen Ilmi Sosial pada Juli 1957, dan berubah menjadi jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan pada tahun 2010.
- Departemen Sosial RI pada tanggal 1 September 1964 mendirikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) yang merupakan lembaga perguruan tinggi kedinasan dan sejak Juli 2019 berubah menjadi Politeknik Kesejahteraan Sosial.
Dengan semakin berkembangnya permasalahan sosial DI Indonesa, baik secara kuantitas maupun kualitas, saat ini perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia telah membuka jursan Ilmu Kesejahteraan Sosial, baik untuk peogram sarjana, Pascasarjana dan program Doktor untuk ilmu kesejahteraan sosial. Seluruh perguruan tinggi tersebut yang sudah mencapai 32 perguruan tinggi negeri dan swasta tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Indonesia (ASPEKSI).
Sedangkan untuk mengembangkan profesi pekerjaan sosial di Indonesia, pada tahun 1998 para Ilmuan Kesejahteraan Sosial bersama alumni mendirikan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI), dan pada tahun 2011 pilar-pilar pekerjaan sosial membentuk Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia (KPSI) yang beranggotakan terdiri dari IPSPI, ASPEKSI, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial (LSPS), Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM), dan lain-lain. Sehingga pada tanggal 30 November 2017, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial RI menerbitkan buku peran kelembagaan pekerja sosial, sebagai buku yang memberi informasi kepada berbagai pihak dalam melihat dan mengembangkan aktifitas layanan pekerjaan sosial yang dilaksanakan pekerja sosial.
Sementara itu masa pemerintahan orde baru, Departemen Sosial RI dalam menyiapkan SDM kesejahteraan sosial dilingkungan aparaturnya menyelenggarakan berbagai diklat fungsional bagi yang tidak berlatar belakang pekerja sosial, seperti diklat pekerja sosial bagi para Pekerja Sosial Kecamatan (PSK), diklat sosial orang tua asuh bagi petugas panti sosial layanan lanjut usia, diklat sosial layanan anak, diklat sosial penyandang cacat bagi layanan disabilitas, diklat sosial fakir miskin, dan sebagainya. Untuk pilar-pilar partisipasi sosial berbasis desa seperti Karang Taruna, Pekerja Sosial Masyarakat, Taruna Siaga Bencana, petugas panti sosial swasta, lainnya dilaksanakan diklat-diklat fungsional sesuai keberadaannya.
Masa pemerintahan reformasi, Kementerian Sosial melakukan rekrutmen Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan pendamping sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dari masyarakat dengan ikutan kerja, yang sebelum ditempatkan dalam lokasi kerja dilaksanakan diklat fungsional sesuai tugas pokok dan fungsinya. Sayangnya masa pemerintahan reformasi ini tidak semua pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten / kota mengalokasikan anggaran untuk mendidik masyarakat dalam pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial bagi para aparaturnya, termasuk bagi pilar-pilar partisipasi sosial dan petugas layanan panti sosial swasta.