Semakin banyak kita membaca buku-buku filsafat yang disajikan oleh para ilmuan kita, semakin banyak pula kita mengetahui tentang filsafat, seperti filsafat Yunani, filsafat Islam, filsafat Cina, filsafat India, filsafat Timur Tengah, filsafat abad pertengahan, filsafat modern, dan seterusnya. Namun dalam tulisan ini, penulis hanya mengetengahkan sejarah filsafat dari 4 (empat) zaman, dan zaman kelima adalah zaman pembangunan di Indonesia akan penulis kemukakan.
Dari sejumlah literatur yang penulis baca, bahwa awal mula dikenakan filsafat yaitu masa Yunani banyak para filsuf Yunani dalam alam pemikirannya bertanya tentang darimana asal usul umat manusia, dari mana adanya alam. Para filsuf Yunani terus mengembangkan alam fikirannya untuk mempelajari dan mendalami hal-hal yang dilihat menakjubkan. Cara berfikir para filsuf ini secara bebas, dan secara bebas pula memberi pandangan, sesuai cara berfikir yang dilihatnya menjadi kenyataan. Para pemikir zaman Yunani ini dikenal dengan pemikiran filsafat Socrates (470-399 SM), kemudian Plato (428-348 SM), sampai kepada Phytagoras (572-500 SM).
Misalkan pada zaman Tales mempertanyakan apa asal kehidupan manusia, yang diberi jawaban air, karena air merupakan salah satu sumber kehidupan. Pada zaman Aristoteles, pertanyaan tentang kehidupan semakin berkembang. Masa itu, para filsuf tidak lagi sebatas melihat keluar (outside) akan tetapi juga melihat kedalam (inside). Zaman Aristoteles menyatakan bahwa hakikat manusia tidak terpisah antara tubuh dan jiwa. Tidak ada yang lebih tinggi secara struktur, manusia terdiri dari farma dan materi. Masa ini Aristoteles berpendapat bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya, pendengaran, dan penglihatannya. Namun akal itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
Masa Aristoteles diketahui bahwa logika merupakan cabang filsafat yang secara khusus menguju keabstrakan cara berfikir. Logika dibentuk dari kata logicos, dan logos yang berarti sesuatu yang diutarakan. Aristoteles yang mengawali dan secara tidak langsung mendorong kelahiran ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, fisika, dan lainnya.
Bagaimana dengan zaman abad pertengahan..?. pada zaman abad pertengahan, lahirlah agama sebagai kekuatan baru. Banyak filsuf yang lahir dari kalangan rohaniawan, dan wahyu menjadi otoritas dalam menentukan kebenaran. Pada masa itu dikenal dengan gereja (agama) mendominasi peranan akal (filsafat) menjadi sangat kecil. Pada periode ini lebih dikenal dengan masa scholastic. Diantara filsuf scholastic yang terkenal adalah Augustinus (354-430 SM). Pandangannya dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini, pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dari yang tidak ada (creatioexnihilo) (Mukhtar Latif, 2014).
Filsafat scholastic mencapai puncaknya melalui Thomas Aquinas dalam karyanya yang paling terkenal “Summa Theologia” (1266) yang membedakan tugas antara ilmu pengetahuan dengan agama (kepercayaan), akan tetapi diantara keduanya tidak ada pertentangan. Thomas Aquinas mengakatan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman (empiris), kemudian pengalaman itu diolah oleh rasio kita. Sedangkan masalah agama harus diselesaikan melalui kepercayaan, namun rasio (akal) tetap dibutuhkan sebagaimana ia mengemukakan bukti tentang adanya Tuhan. Pada zaman ini pendidikan diserahkan kepada pemimpin gereja, sehingga ilmu pengetahuan didominasi kaum agamawan dan ilmu pengetahuan hanya dimungkinkan sejauh mengabdi pada gereja (Akyar Yusuf, 2016).
Memasuki masa filsafat modern, diawali dengan munculnya Renaisans sekitar abad XV dan XVI M. masa ini ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan baik sebagai individu maupun sosial. Diantara filsuf masa Renaisans ialah Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Walaupun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung kepada penalaran. Jadi Balcon adalah orang yang membenarkan konsep pebenaran ganda (double truth) yaitu kebenaran akal dan wahyu (Mukhtar Latif, 2014).
Pada zaman reinaisance muncul kembali upaya membangkitkan kebesaran berfikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi pada masa filsafat Yunani dan Kumanisme telah melahirkan kebebasan individu pada zaman itu. Manusia sebagai individu menjadi pusat dari segala-galanya, karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat dalam era ini menonjolkan keagungan manusia.
Otoritas gereja mulai memudar dan mulai tumbuh ketidak percayaan pada kebenaran mutlak agama (Kristen). Pemikiran zaman reinaisance dan pasca reinaisance yang disebut pencerahan (sepanjang abad 17 dan 18) adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia) pada zaman modern.
Zaman renaissance dan pasca renaissance adalah pintu masuk ke zaman modern yang ditandai oleh :
- Penduniawian ajaran / pemikiran (sekularisme)
- Keyakinan akan kemampuan akal (rasio)
- Berkembangnya paham utilitarianisme
- Optimisme dan percaya diri (Suseno, 1992 et Akhyar Yusuf, 2016)
Puncak masa renaisans muncul pada era Reneidescartes (1596-1650) sebagai pelopor aliran rasionalisme. Argumentasinya yang dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari lingkungan gereja. Setelah itu muncul aliran empirisme dengan pelopor utamanya Thomas Habbes (1588-1679) dan Jhon Locke (1631-1704) berpendapat bahwa pengalaman lahiriah dan bathiniah serta penekanan pengenalan indrawi sebagai bentuk pengenalan yang sempirna, sehingga masa Valtaire (1694-1778) yang mendorong berkembangnya filsafat dan sains.
Akhirnya sampai pada filsafat Post Modernisme kontemporer. Para filosofnya masa abad XX dipelopori oleh William James (1842-1910) sebagai tokoh pragmatism dan tokoh lainnya John Deway (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting yaitu memberikan pergerakan pada perbuatan manusia dalam praktik hidup yang harus berpisah pada pengalaman (Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd).
Dalam era post modern, ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk dirinya sendiri, misalnya untuk menemukan kebenaran teori. Kini ilmu pengetahuan bersifat pragmatis dalam arti bahwa ilmu pengetahuan diproduksi untuk dijual atau lebih mempertimbangkan nilai guna atau manfaatnya.
Perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan ini ditandai dengan majunya teknologi informasi yang sasarannya Cyberspace global, berkembangnya kosmologi baru dengan teori tentang segala sesuatu (Theory of everthing) serta kemajuan dalam rekayasa genetika dengan proyek genome manusia (Appignanesi et Akhyar Lubis, 2016).