Secara etimologi “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno yakni philosophia yang berarti orang yang cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan. Dalam filsafat, kegiatan mencintai ilmu pengetahuan/ kebijaksanaan itu dilakukan dengan mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat difahami, dengan demikian sebagai upaya terus menerus mencari pengetahuan dan kebenaran. Karena itu dengan sendirinya filsafat itu identik dengan cara /metoda berfikir yang selalu mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar.
Adapun pertanyaan-pertanyaan itu muncul dari rasa keingintahuan manusia (homo coriosus) terhadap dunia dan dirinya. Pernyataan itu bisa pula berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana atau juga pertanyaan serius yang membutuhkan keseriusan pula untuk menjawabnya. Contohnya, apa yang harus kita makan untuk hari ini, contoh lain, apa arti hidup?, apakah manusia sama dengan alam atau tidak?, bagaimana asal mula alam?, dan seterusnya.
Dalam filsafat, pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dilakukan secara terus menerus (hingga akhirnya memberikan jawaban yang semakin lama semakin mendekati kebenaran). Karena itu, sering pula disebut bahwa filsafat itu adalah sebuah “tanda tanya” dan bukan “tanda seru”. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian akan kebijaksanaan atau pencarian pengetahuan yang tidak pernah selesai. (Dr. Akhyar Yusuf Lubis, 2016). Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya (radic). Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh kalimat kebenaran segala sesuatu.
Sepintas telah penulis ungkapkan secara umum tentang pengertian filsafat dan filsafat sosial pada bagian atas tulisan ini. Tetapi benarkah bahwa asal mula fIlsafat berawal dari keingin tahuan dari para filosof, sehingga dengan akal yang telah kita miliki atau dimiliki para filosof secara terus menerus menuangkan pemikiran agar pemikiran kita bekerja mencari suatu kebenaran..?
Contohnya, kita bisa melihat terbitnya matahari dari ufuk timur di pagi hari dan terus berjalan hingga siang terus mereda ke ufuk barat. Sejak terbitnya matahari, kita sebut di jam 06:00 WIB pagi hari dunia dimana kita berada terang benderang, dan ketika sore hari, matahari tenggelam di ufuk barat maka yang terjadi gelap gulita, sampai kita melihat adanya cahaya (yang sering disebut bintang atau bulan) di malam hari.
Akhirnya kita bertanya, darimana asalnya matahari, mengapa terbitnya dari ufuk timur. Demikian juga para filsuf Ynani pada masanya, seperti Thales, dia bertanya darimana asal bumi? Dan jawabannya dari air. Contoh lain, yang saat ini bis akita lihat di negara kita yaitu masalah keputusan hukum. Ketika penulis berdiskusi dengan seorang pengacara di Kota Medan yakni Hilmar Silalahi, SH (diskusi, Senin 22 Februari 2021). Hilmar Silalahi, SH menjelaskan bahwa pandangan filsafat untuk mengambil suatu kebijakan tentang keputusan hukum adalah demi keadilan, bukan demi kebenaran. Artinya jika demi keadilan apa yang akan diputuskan oleh aparat penegak hukum (hakim) atau lainnya selalu berorientasi demi keadilan sehingga hasil keputusan itu bisa terjadi tidak sesuai dengan apa yang tertera didalam pasal-pasal dari Undang Undang yang dikenakan kepadanya.
Seperti pasal pencurian (pasal 362 KUHP) merumuskan, barang siapa mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Mengenai pencurian ini banyak hakim di pengadilan memberi keputusan yang berbeda antara orang yang mencuri sandal dengan orang mencuri mobil padhal sama-sama pasal mencuri. Inilah yang disebut mengutamakan keadilan dari kebenaran.
Dalam kaitan cara berfikir filsafat, Dr. Akhyar Yusuf Lubis dalam bukunya Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer (2016) menjelaskan bahwa berfikir secara filosofis adalah berfikir dengan ketat, dengan mempertimbangkan penalaran atau penarikan kesimpulan secara hati-hati. Berfikir filsafat menuntut kejelasan, keruntutan, konsistens dan sistematika. Cara berfikir konsisten maksudnya ialah berfikir secara filsafat itu mestilah runtut (coherence) atau konsisten anatara satu gagasan (pernyataan/proposisi) dengan gagasan (pernyataan/preposisi) lain. Sedangkan sistematika maksudnya adalah berfikir mengikuti aturan atau alur (sistem) tertentu. Disamping itu berfikir filosofis juga ditandai oleh sifat pemikiran yang menyeluruh (komprehensif), artinya melihat sesuatu secara tidak terpisah. Berfikir filosofis itu adalah memberi penjelasan tentang dunia, tentang manusia, tentang segala sesuatu, termasuk tentang bagaimana cara manusia mengetahui.
Filsafat adalah gerakan berfikir yang hidup ditengah situasi kongkrit dan dinamis. Berfilsafat yaitu proses menjadikan kebijaksanaan (wisdom) intelektual dan sosial yang semakin membumi ditengah manusia lainnya. Belajar berfilsafat merupakan salah satu bentuk Latihan untuk memperoleh kemampuan berfikir serius. Kemampuan ini akan memberikan kemampuan memecah masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir suatu penampakan. (Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd, 2014).
Sama halnya dengan pandangan Prof. Dr. Ahmad Tapsir dalam bukunya Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (2016), menjelaskan bahwa filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.sulitnya memahami apa filsafat sehingga defenisi berbeda disebabkan oleh konitasi filsafat yang berbeda pada ilmuan masing-masing. Diantaranya adalah sebagai berikut :
- Pertama, pengertian filsafat berkembang dari masa ke masa.
- Kedua, karena pengertian filsafat itu berbeda antara satu tokoh dari tokoh lainnya.
- Ketiga, karena kata filsafatitu telah dipakai untuk menunjuk bermacam-macam objek yang sesungguhnya berbeda.
Sama halnya dengan Dr. Purwadi, M.Hum, dalam bukunya “Filsafat Jawa dan Kearifan Lokal” (2007) yang menjelaskan bahwa filsafat dalam perjalanan sejarah telah mengalami perkembangan yang cukup lama, sehingga pengertian filsafat mempunyai ke khasan masing-masing karena dipengaruhi berbagai faktor seperti faktor uang, waktu, keadaan dan manusianya.
Perjalanan sejarah inilah yang menyebabkan bahwa filsafat memiliki aliran-aliran seperti aliran rasionalisme, aliran ini mengagungkan akal, aliran materialism yang mengagungkan materi dan aliran idealisme yang mengagungkan idea, dan seterusnya.
Aliran-aliran tersebut mempunyai ke khasan dengan menekankan kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan diberi tempat yang tinggi. Sehingga unsur-unsur ilmu filsafat terdiri dari logika (berfikir), etika (kesusilaan) dan estetika (keindahan) serta dalam kawruh (pengetahuan) kejawen (pandangan hidup jawa) lebih populer dengan istilah “cipta, rasa, karsa”.
Kebijaksanaan hidup yang dilandasi logika, etika dan estetika atau cipta, rasa, karsa, atau kebenaran, kebaikan, keindahan maka dalam filsafat jawa manusia itu berjiwa agung yang tidak kaget atas segala perubahan social.
Dengan demikian filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk memperoleh hakekat kebenaran sejati.
Dari keempat pandangan ilmuan diatas, penulis mengambil sebuah pandangan bahwa filsafat adalah cara berfikir untuk mempelajari dan mendalami sesuatu yang belum atau sedang dipikirkan serta belum dikaji oleh ilmu pengetahuan (karena belum terlihat hasilnya) untuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan.