Belajar filsafat mulai diperkenalkan di Indonesia melalui jalur pendidikan di dunia perguruan tinggi. Apalagi di beberapa universitas di Indonesia jurusan atau fakultas filsafat telah menjadi jurusan atau fakultas yang diminati oleh generasi muda, seperti fakultas filsafat di Universitas Panca Budi Medan Sumatera Utara, Faultas Filsafat di Universitas Indonesia dan lainnya.
Filsafat menurut sejarah telah dikembangkan pada zaman Yunani kuno, diantaranya pemikiran Socrates pada tahun 470 – 399 SM, kemudian berkembang pada abad pertengahan yang mulai menempatkan agama sebagai bahan bertanya dan berfikir. Periode ini dikenal dengan masa scholastic diantaranya filsuf Augustinus pada tahun 354 – 430 SM.
Sekitar abad ke XV dan XVI Masehi dengan pemikir (filsuf) Francis Bacon pada tahun 1561 – 1626, filsafat memasuki abad modern yang membahas dan mendorong akan kebenaran akal serta wahyu. Akhirnya pada tahun 1842 – 1910 yang dipelopori William James, seputar abad ke XX lahirlah filsafat post modernism kontemporer. Masa ini merupakan kelanjutan dari cara berfikir modern, yaitu mencoba mengatasi berbagai kekurangan yang timbul dari budaya dan pemikiran modern, artinya ilmu pengetahuan lebih memper-timbangkan nilai guna atau manfaatnya.
Di Indonesia, pemikiran filsafat telah dityunjukkan oleh Ir. Soekarno, Prof. Supomo dan Muhammad Yamin, yakni ketika membahas apa yang menjadi dasar negara Indonesia ketika kelak Indonesi merdeka. Pembahasan ini dimulai sejak dibentuknya Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada Juni 1945. Kemudian sejak masa kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1960-an filsafat Indonesia mulai dikembangkan oleh ilmuan kita yaitu Prof. Dr. Muhammad Nasrun, dan pada tahun 1980-an Dr. Suwoto yang mengembangkannya dengan filsafat jawa.
Namun jika kita menarik kebelakang sebagai sebuah sejarah filsafat, Bapak pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922 sebenarnya telah menyalurkan pemikiran filsafatnya, yaitu dikenal dengan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
Dari berbagai pembicaraan kita diatas, sebenarnya apasih yang dimaksud dengan filsafat..? maka jawabannya filsafat itu adalah cara berfikir untuk mempelajari dan mendalami sesuatu yang belum atau sedang difikirkan serta belum dikaji oleh ilmu pengetahuan untuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan.
Bagaimana dengan dengan filsafat sosial.. ? sama halnya dengan pengertian filsafat, banyak para ilmuan memberikan pengertian yang berbeda. Parapat Gultom, Ph.D menjelaskan bahwa pandangan ilmuan tentang filsafat berbeda karena menyangkut ruang, waktu, dan dalam konteks apa mereka berfikir. Jadi, ap aitu filsafat sosial..?, maka jawabannya bahwa filsafat sosial adalah filsafat yang mempelajari tentang manusia dan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam kaitan dengan filsafat sosial, Presiden RI H. Joko Widodo juga dalam kehidupannya sehari-hari termasuk sebagai pemimpin Negara berfilosofi : “lamun sira sakti, ojo mateni”, yang artinya jangan sekali-kali menjatuhkan, dengan kata lain meskipun punya kekuasaan dan menjadi kuat tetapi jangan semena-mena. Ditengah Covid-19 yang terus berkepanjangan, Presiden menyampaikan hiduplah berdampingan dengan covid 19, artinya memahami situasi dan menjadikan situasi tersebut untuk mawas diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di tengah covid 19.
Filosofi Presiden RI H. Joko Widodo tidak sebatas dengan bahasa atau cara berfikir, tetapi ada berbentuk tindakan seperti mendekatkan diri dengan masyarakat melalui keluar dan masuk desa maupun masuk selokan sehingga lahir bahasa : “blusukan”. Ini adalah filosofi “Hati Nurani”, Ia mencari kebenaran akan kebutuhan masyarakat agar punya masa depan (sejahtera) sebagaimana maksud pembukaan UUD 1945. Sedangkan filosofi yang berbentuk fisik dibukanya jalur terisolasi kondisi masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal dan daerah pedalaman melalui pembangunan infrastruktur seperti Provinsi Papua. Sehingga DR. Marianus Kleden menjelaskan Presiden RI H. Joko Widodo menggunakan filosofi “kapitan perahu”.
Baik secara bahasa maupun perbuatan yang dilakukan Presiden RI H. Joko Widodo pada hakekatnya adalah upaya perbaikan kehidupan masyarakat dari kemiskinan, ketertinggalan dan kebodohan sehingga dari sudut profesi pekerjaan sosial adalah konsep pembangunan kesejahteraan social.
Kemudian muncul pertanyaan berikutnya, apa kaitan filsafat dan etika pekerja sosial..?. kita Kembali kepada pandangan Parapat Gultom, Ph.D yang mengatakan apabila kita dalam filsafat membahas tentang kesejahteraan sosial, maka kita harus faham dulu ap aitu sejahtera dan apapula ukuran dari kesejahteraan itu. Karena antara pandangan birokrat akan berbeda dengan pandangan ekonomi tentang sejahtera, inilah yang menjadi tanggung jawab seseorang pekerja social nantinya.
Pekerja sosial adalah seorang atau sekelompok orang yang melakukan pertolongan kepada individua tau kelompok orang yang melakukan kebutuhan hidup dasar. Dengan kata lain pekerja sosial adalah seseorang atau kelompok orang yang melakukan pertolongan kepada seseorang atau kumpulan orang yang tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Untuk melaksanakan tugas sebagai profesi pekerjaan sosial, maka seseorang pekerja sosial atau para kelompok pekerja sosial memerlukan pemahaman tentang etika dan moral. Karena mereka-mereka yang membutuhkan pertolongan terdiri dari latar belakang yang berbeda, baik suku, agama, budaya dan sebagainya. Disinilah dituntut sebuah etika dan moral yang terlahir dari setiap prilaku dan kinerja seorang pekerja sosial dalam membantu individua tau kelompok yang tidak mampu melaksanakan fungsi sosial.
Prilaku dan kinerja seorang pekerja sosial dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dapat disebut dengan kode etik pekerja sosial. Tentu juga akan dibahas metoda dalam pekerjaan sosial, program pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial, pe;ayanan sosial serta rehabilitasi sosial jika para pekerja sosial memandang harus dilakukan.
Pada waktu yang sama pekerja sosial harus mampu mengumpulkan segenap kekuatan sosial apakah kelompok birokrat, kelompok pengusaha, kelompok relawan untuk mengatasi situasi sosial dan ekonomi yang menyebabkan buruknya kesehatan, baik karna konflik sosial atau musibah bencana alam sehingga penyandang masalah sosial dapat diatasi.
Inilah pokok bahasan mata kuliah Filsafat Dan Etika Pekerja Sosial yang akan dibahas dalam satu semester, sehingga para mahasiswa dapat memahami alur fikir dalam mempelajari filsafat dan etika pekerja sosial dan kelak dapat memberikan pandangan dan penjelasan sebagai seorang ilmuan profesi pekerjaan sosial dalam pengabdiannya sebagai anak bangsa untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.